Dibalik Kegembiraan Itu, Ada Masalah Yang muncul. Kepalah Daerah Bisah Didakwah Korupsi - Srikandi News

Post Top Ad

Responsive Ads Here
Contoh banner 1
Dibalik Kegembiraan Itu, Ada Masalah Yang muncul. Kepalah Daerah Bisah Didakwah Korupsi

Dibalik Kegembiraan Itu, Ada Masalah Yang muncul. Kepalah Daerah Bisah Didakwah Korupsi

Share This


Srikandi News  - Pada 20 Mei lalu Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Edaran bernomor 903/3386/SJ.  Untuk menegaskan penyaluran APBD dalam membayar PNS di daerah dan angggota DPRD,
Tjahjo memerintahkan kepada gubernur untuk membayarkan THR Idulfitri kepada PNS dan anggota DPRD pada pekan pertama Juni 2018. Kemudian, pembayaran gaji ke-13 digelontorkan pada pekan pertama Juli 2018.
Tjahjo juga menerbitkan surat edaran bernomor 903/3387/SJ. Isinya sama. Hanya saja, surat edaran itu ditujukan kepada bupati dan wali kota.
Besaran THR dan gaji ke-13 dirincikan dalam surat edaran itu. Untuk kepala daerah dan pimpinan DPRD, THR dan gaji ke-13 meliputi gaji pokok atau uang representasi, tunjangan keluarga serta tunjangan jabatan. Sedangkan bagi PNS Daerah ditambah satu komponen lagi, yaitu tunjangan kinerja.
Masalahnya, pengeluaran tunjangan itu tidak ada dalam APBD.
Tjahjo memerintahkan pemerintah daerah menyediakan anggaran dengan cara melakukan penggeseran anggaran dananya bersumber dari Belanja Tak Terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan/atau menggunakan kas yang tersedia.
Perintah itu mendatangkan kritik dari akademisi Universitas Indonesia di bidang keuangan daerah, Lina Miftahul Jannah.
"Harus ada pembahasan dari DPRD. Nggak bisa kita bicara hanya memindah satuan anggaran dari sana dari sini. Itu semua kan sudah ketok palu peruntukannya. Nanti menganggu juga, misalnya, dana pembangunan. Padahal kan kita mau pembangunan tidak terganggu," ujarnya.
Dia mengkritik komponen dalam THR.
"Namanya Tunjangan Hari Raya kan gaji yang diterima. Tunjangan kinerja seharusnya tidak termasuk di dalamnya karena itu berdasarkan performa setiap PNS," sebutnya.

Menurut Harry Azhar Azis, anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan yang membidangi pemeriksaan keuangan daerah, menilai langkah pemberian gaji ke-13 dan THR dari APBD tanpa persetujuan DPRD bisa menjadi masalah hukum di kemudian hari".
"Pengeluaran tanpa persetujuan DPRD bisa dianggap melampaui kewenangan yang ada. Dan bisa kemudian berakibat ketidakpatuhan pada perundang-undangan kalau diperiksa BPK. Bisa jadi masalah hukum di kemudian hari," tuturnya.
Dia mencontohkan kasus ketika suatu pemerintah daerah membeli barang dengan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun hal itu tidak disetujui DPRD.
"Itu kami lihat sebagai pelampauan kewenangan pemerintah daerah yang tidak memenuhi peraturan perundang-undangan. Jika tetap dilakukan, opininya bisa turun dalam status pemeriksaan laporan keuangan oleh auditor BPK," tambah Harry.

Sejauh ini, sejumlah kepala daerah memberi tanggapan beragam atas perintah Mendagri.
Gubernur Ahmad Heryawan mengatakan "Pemprov Jabar akan segera membayarkan THR dan gaji ke 13 untuk ASN".
Dananya berasal dari APBD, diambil dari belanja tidak terduga, penjadwalan ulang kegiatan, atau menggunakan kas yang tersedia.
Di sisi lain, ada kepala daerah yang menolak, sebagaimana diungkapkan Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini kepada wartawan.
"Ya piye (bagaimana) nanti aku bicara dengan DPR. Nggak bisa aku mutuskan sendiri. Kalau besar kan yo mbebani, berat kan. Mosok pakai APBD rek?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages